Bukan lonceng gereja yang ku dengar saat ku terbangun. Bukan kaos kaki musim dingin yang ku kenakan saat ku mulai beraktivitas.
Melainkan suara adzan yang merdu meski kurang jelas karena tebalnya
dinding kamar hotel ini. Suara adzan yang mengisi hari-hari ku, setidaknya
selama 21 tahun... aku bernostalgia bersama pikiranku.
Aku masih di tanah airku. Terkurung
di dalam penjara bintang empat.
11.01.2021
I arrived
in Singapore.
“We are so
sorry, Ms. You must go back to Jakarta. You can’t do transit here.”
“What? how
about the rest of my tickets?”
“You can
ask them at the gate”
Aku
mendapatkan surat peringatan dari pemerintah singapur, karena tetap datang
tanpa ada surat jaminan dari orang singapur bahwa aku datang dengan “damai” untuk
transit di tempat ini. Jika aku ketahuan bersalah karena tetap melakukan
penerbangan ini, aku akan dikenakan pasal tertentu. Jika aku di kemudian hari
melakukan hal yang serupa lagi, aku juga akan dikenakan pasal tertentu.
Tunggu sebentar... Apa salahku ya?
Arrived at
the gate.
“please
take off your clock, jacket, laptop…”
What is
this? Without any discussion and clear solution, they just remove me like that
and send me back to Jakarta?
“Please Sir,
how about my ticket? How can I fly to Amsterdam?”
“They will
explain to you Ms. In Jakarta, you have to hurry up now. Your baggage is this
one, right?”
“Please
make sure that it flies with me”
Sesampainya
di Jakarta, aku digiring untuk melakukan karantina di hotel yang sudah
ditetapkan pemerintah. Setiap WNI yang datang dari luar negeri harus melakukan
karantina selama enam hari, lima malam dan dijaga ketat oleh petugas SATGAS
terkait pencegahan penyebaran Virus Covid-19.
“Karena keluarga ibu di Pekanbaru, agar tidak
bayar hotel lagi, ke tempat hotel yang disediakan pemerintah saja Bu. Nanti
kita usahakan agar ibu tidak mesti ikut proses karantina sepenuhnya”
Setelah menginap semalam..
“Maaf Ibu harus mengikuti prosedur. Jika tidak,
ibu tidak bisa keluar negeri tanpa surat Clearance tersebut.”
…
Jumat, 15.01.1993
Dua puluh delapan tahun lalu tepat tanggal ini
di hari yang sama dan di jam Sembilan pagi. Tuhan mengizinkanku menyapa dunia
yang gelap ini. Dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Yang tidak bisa memberi
jaminan apa-apa setelah kematian datang. Yang berpura-pura menjanjikan surga tanpa
mengakui pengorbanan darah dan hidupNya. Dunia penipu dalam memberi janji.
Aku yang kecil, lemah, berdosa, dan hina ini
menyadari ada harapan sejati bagi dunia ini. Berkat... banyak sekali…
tak terhitung lagi… para martir di belakang zamanku. Terlebih lagi, ada Dia
yang masih bersyafaat di Surga, yang pernah mati dan bangkit untuk orang-orang
kudusNya.
Jumat, 15.01.2021.
Apa harapanku setelah
kejadian demi kejadian di awal tahun ini?
Apa maumu, Melin?
Tuhan, jika aku boleh make a
wish..... sekalii saja di hari ini. Di penjara mewah ini. Biarlah Kristus
mengingatku sampai ku meninggalkan dunia ini. Ingatlah akan aku. Biarlah ini
jauh lebih berharga daripada segala bentuk „kepastian“ dan „janji“ yang
diberikan dunia ini.
Amin.
All love,
Melin
Kommentare
Kommentar veröffentlichen