Direkt zum Hauptbereich

Jumat, 15 Januari 1993 – Jumat, 15 Januari 2021

Bukan lonceng gereja yang ku dengar saat ku terbangun. Bukan kaos kaki musim dingin yang ku kenakan saat ku mulai beraktivitas.

Melainkan suara adzan yang merdu meski kurang jelas karena tebalnya dinding kamar hotel ini. Suara adzan yang mengisi hari-hari ku, setidaknya selama 21 tahun... aku bernostalgia bersama pikiranku.
Aku masih di tanah airku. Terkurung di dalam penjara bintang empat.

11.01.2021

I arrived in Singapore.

“We are so sorry, Ms. You must go back to Jakarta. You can’t do transit here.”

“What? how about the rest of my tickets?”

“You can ask them at the gate”

Aku mendapatkan surat peringatan dari pemerintah singapur, karena tetap datang tanpa ada surat jaminan dari orang singapur bahwa aku datang dengan “damai” untuk transit di tempat ini. Jika aku ketahuan bersalah karena tetap melakukan penerbangan ini, aku akan dikenakan pasal tertentu. Jika aku di kemudian hari melakukan hal yang serupa lagi, aku juga akan dikenakan pasal tertentu.

Tunggu sebentar... Apa salahku ya?

Arrived at the gate.

“please take off your clock, jacket, laptop…”

What is this? Without any discussion and clear solution, they just remove me like that and send me back to Jakarta?

“Please Sir, how about my ticket? How can I fly to Amsterdam?”

“They will explain to you Ms. In Jakarta, you have to hurry up now. Your baggage is this one, right?”

“Please make sure that it flies with me”

Sesampainya di Jakarta, aku digiring untuk melakukan karantina di hotel yang sudah ditetapkan pemerintah. Setiap WNI yang datang dari luar negeri harus melakukan karantina selama enam hari, lima malam dan dijaga ketat oleh petugas SATGAS terkait pencegahan penyebaran Virus Covid-19.

“Karena keluarga ibu di Pekanbaru, agar tidak bayar hotel lagi, ke tempat hotel yang disediakan pemerintah saja Bu. Nanti kita usahakan agar ibu tidak mesti ikut proses karantina sepenuhnya”                                                                                             

Setelah menginap semalam..

“Maaf Ibu harus mengikuti prosedur. Jika tidak, ibu tidak bisa keluar negeri tanpa surat Clearance tersebut.”

Jumat, 15.01.1993

Dua puluh delapan tahun lalu tepat tanggal ini di hari yang sama dan di jam Sembilan pagi. Tuhan mengizinkanku menyapa dunia yang gelap ini. Dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Yang tidak bisa memberi jaminan apa-apa setelah kematian datang. Yang berpura-pura menjanjikan surga tanpa mengakui pengorbanan darah dan hidupNya. Dunia penipu dalam memberi janji.

Aku yang kecil, lemah, berdosa, dan hina ini menyadari ada harapan sejati bagi dunia ini. Berkat... banyak sekali… tak terhitung lagi… para martir di belakang zamanku. Terlebih lagi, ada Dia yang masih bersyafaat di Surga, yang pernah mati dan bangkit untuk orang-orang kudusNya.

Jumat, 15.01.2021.

Apa harapanku setelah kejadian demi kejadian di awal tahun ini?

Apa maumu, Melin?

Tuhan, jika aku boleh make a wish..... sekalii saja di hari ini. Di penjara mewah ini. Biarlah Kristus
mengingatku sampai ku meninggalkan dunia ini. Ingatlah akan aku. Biarlah ini jauh lebih berharga daripada segala bentuk „kepastian“ dan „janji“ yang diberikan dunia ini.

Amin.

All love,

Melin

 

Kommentare

Beliebte Posts aus diesem Blog

Is there any light in the darkest valley?

It was Sunday and quite cloudy. It was still 4:30 p.m. but already getting dark.   I decided to go for a walk to get some fresh air, hoping that my cold and headache would get better. At first, I wasn't so sure to do that, because it started to windy too. 80% could be rained on in a few minutes, and still, I kept going outside. After that scar on August 2021, I avoid listening to music while I walk. Instead, I prefer listening to podcasts. This helped me at least to stop focusing on the pain. The sermons keep "cleansing" and "preparing" me for everything ahead, including His plan in this uncertain world. And I am very thankful for that.  The podcast I listened was the very first Arche Jugend podcast this year. It was about the grace of God in connection with His justice (Psalm 103). One of the messages was: *"Imagine standing alone before a hungry lion with no weapons or anything to save you from it. You will become directly afraid of being attacked and eat

ARE WE THE WORLD?

We..are..the..world .. Yesterday afternoon (31.07.) while I was still working, I saw a crowd of police and medical officers form a circle formation. They were examining a man who lay pale unconscious. As I could see more clearly, I recognized the man's face perfectly. He often begs and sells newspapers around the station. I do not know what happened so he must be rushed by the officers. Is it maybe because he has not eaten .. or die of thirst .. I do not know.  In the evening as usual all the leftovers should be thrown away. In the midst of the crust cleared up all the equipment, my co-worker said suddenly 'it's a pity this food every day should be thrown away. Many people are starving. God is not fair'. I was shocked, and the timing was very unsuitable to respond to his statement because he was in a hurry. Yes, the world has been destroyed since the sin of man to His God. The rich get richer, the poor become poorer, oppression, deprivation of human rights

“Pergeseran perspektif dan budaya pada perkawinan adat Batak zaman sekarang khususnya di kota-kota besar”

     BAB I Pendahuluan I.1        Latar Belakang Perkawinan adalah sumbu tempat berputar seluruh hidup kemasyarakatan (Geurtjens dalam ‘Uit een vreemde wereld). Kebanyakan orang senantiasa menaruh perhatian yang besar terhadap hal-hal perkawinan sehingga perkawinan dalam beberapa suku terutama di Indonesia membuat perhelatan perkawinan yang beriringan dengan pelaksanaan adat dari suku itu sendiri. Perkawinan adat Batak Toba contohnya. Perkawinan adat Batak Toba telah mendapat stereotip atau perspektif sendiri dari kalangan masyarakat suku Batak itu sendiri maupun masyarakat suku lain, bahwa perkawinan adat Batak terkenal dengan pesta adatnya yang cukup lama dan rumit Beranjak dari tradisi upacara Batak tersebut, saya mengangkat penelitian pergeseran kebudayaan pada perkawinan adat batak Toba saat ini. Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 14 Desember 2013 saya menghadiri sebuah perhelatan perkawinan adat Batak Toba di daerah Jakarta Pusat, yakni di Gedung Mulya. Gedung