Satu sudut di stasiun utama kota
Hamburg, menjadi tempatku sementara ini untuk mengais rejeki demi melanjutkan sekolah.
Satu sudut cafe yang menjual berbagai jenis kopi
dan juga makanan untuk sarapan, makan siang, dan juga roti untuk
makan malam.
Sudut yang ramah untuk jadi tempat menyapa
segala jenis wajah dan menikmati keletihan.
Minggu-minggu terakhir
diusiaku yang kedua puluh empat dilalui di sudut ini.
Suatu
malam yang ramai dan dingin, aku menyapa seorang kakek yang
menghampiri cafe kami. Wajahnya terlihat lelah. Samar-samar aku
mengingat raut mukanya dan suaranya yang begitu pelan. Kedua kakinya
disanggah dengan tongkat khusus manula untuk membantunya berjalan.
(Hallo silahkan Pak, ingin memesan apa?)
H: „Ich hätte gern ein schwarzes Brot, das da.“
(Saya mau roti schwarz* yang itu tolong)
„Meinen Sie das?“
(Yang ini maksud Anda?)
„Ja genau“
(Iya betul)
„Zum hier essen oder soll ich einpacken?“
(Mau makan di sini atau baiknya saya bungkus?)
„Bitte einpacken. Und noch einen Becher Kaffee bitte“
(Bungkus saja tolong. Dan kopi satu)
„XL oder klein?“(Yang XL atau yang cangkit kecil?)
„Klein reich“
(Yang kecil cukup)
„Gerne, jetzt läuft der Kaffee.
Insgesamt 7.10 Euro bitte.“
(Dengan senang hati. Kopinya sedang dibuat ya. Totalnya 7 euro 10 cent ya)
„Kann ich bitte mit Karte bezahlen?“
(Saya bisa bayar pakai kartu)
'“Oh wir können leider nur bar“
(Oh sayangnya hanya bisa cash)
„Ach so.“
(Oh begitu)
„Ja,..“
(Ya)
„Dann suche ich mal ein Geldautomat“
(Kalau begitu saya cari ATM dahulu ya)
„Ach so.. okay.., aber Sie kommen wieder zurück oder?“
(Oh gitu, oke tapi Anda nanti kembali lagi, kan?)
„Hm.. Ja..“
(Hm.. ya)
(Dengan senang hati. Kopinya sedang dibuat ya. Totalnya 7 euro 10 cent ya)
„Kann ich bitte mit Karte bezahlen?“
(Saya bisa bayar pakai kartu)
'“Oh wir können leider nur bar“
(Oh sayangnya hanya bisa cash)
„Ach so.“
(Oh begitu)
„Ja,..“
(Ya)
„Dann suche ich mal ein Geldautomat“
(Kalau begitu saya cari ATM dahulu ya)
„Ach so.. okay.., aber Sie kommen wieder zurück oder?“
(Oh gitu, oke tapi Anda nanti kembali lagi, kan?)
„Hm.. Ja..“
(Hm.. ya)
Kata terakhirnya yang terdengar tidak pasti, membuat rekan
kerjaku sendiri tak yakin kalau dia akan kembali, mengingat memang
tidak sedikit pelanggan yang sudah sempat memesan minuman namun pada
akhirnya tak bisa membayar karena tak punya uang kontan. Oleh sebab
itu ia kemudian memasukkan kopi tersebut ke dalam daftar makanan dan
minuman yang salah pesan. Namun aku dengan sengaja menutup kopi
tersebut dengan tutupnya karena aku berharap kakek tersebut kembali.
Merasakan bertambahnya usia di hari ini, mengingatkanku bahwa
aku sendiri pun selama ini sering tidak mempersiapkan diri untuk
mendapatkan roti yang mengenyangkan dan minuman yang tidak membuatku
haus lagi (John 6, 35-Then
Jesus declared, “I
am the bread of life. Whoever comes to me will never go hungry, and
whoever believes in me will never be thirsty).
Teringat hari-hari dimana aku masih sering mendukakan RohNya.
Tiga
tahun sudah aku di sini merenungkan hari kelahiranku, tiga tahun di
tiga kota yang berbeda-beda. Dan rasanya pun sedikit berbeda. Hari
ini tidak turun salju seperti dua tahun berturut-turut, melainkan
matahari terang bersinar. Merenungkan hari ini dengan status sebagai
mahasiswa yang telah jadi impian dari tiga tahun yang lalu. 25:
memanglah angka yang tidak lagi kecil.
Sejauh ini.. Selama ini..
Bagai angin yang lalu dan menyapa kulit per sekian detik, demikianlah
waktu berlalu dengan ajaibnya. Tapi ini perasaan yang salah. Lho?
Mengapa keliru?
25. Saat mengetikkan angka ini aku mungkin hanya
perlu satu nano detik untuk melakukannya. Fakta ini terdengar
mendukung pernyataanku di atas. Namun demikian, disaat aku bertanya,
apa yang sudah ku lakukan untuk Tuhan? Sudah yang terbaikkah yang ku
persembahkan? Pertanyaan ini membuatku harus mengoreksi anggapanku
bahwa waktu berlalu begitu cepat.
Katakanlah aku sudah menjadi
dewasa sedari 17 tahun. Dan delapan tahun ini, bukan sebentar. Ada
2920 hari yang sudah kuhabiskan dari pagi hingga ke pagi lagi. Ini
waktu yang terlalu lama untuk tidak membuahkan sesuatu yang
benar-benar terbaik bagiNya. Ini waktu yang terlalu lama untuk
berkali-kali menahan berkatNya kepada orang-orang sekitarku. Ini
waktu yang terlalu lama untuk tidak mensyukuri anugerahNya. Ini waktu
yang terlalu lama dengan sudah terlalu banyak wajah yang ku temui,
tanpa ku kabarkan tentang Kristus.
Teringat akan khotbah seorang hamba
Tuhan. Kurang lebih berbunyi demikian „Di saat kita masih diberi
waktu untuk hidup saat ini, berarti Tuhan sedang menunggu kita
bertobat atau masih mau memakai kita memberitakan InjilNya dan
menjadi kesaksian yang hidup bagi sesama“
Dan teringat lagi akan kalimat seorang wanita bernama Erma Bombeck, berbunyi demikian:
„When I stand before God at the end of my life, I would hope that I would not have a single bit of talent left and could say, that I used everything You gave me.“
Apakah semua
perbuatan tersebut adalah yang diharapkan Tuhan padaku? Apakah Tuhan
yang Maha Mulia itu pernah berharap dariku yang hina ini? Allah Yang
Maha Agung berharap padaku?
Dia mengingatku saja, sudah...
Kurang lebih setengah jam telah berlalu. Harapanku pada kakek
itu sudah hampir pudar. Aku sudah hampir memercayai rekan kerjaku,
bahwa ia tidak akan datang lagi. Aku jadi tidak yakin, kalau dia
sebenarnya mendengar pesan terakhirku padanya. Dan kenyataannya dia
kembali...
Ya, dia kembali memberikan selembar uang kertas
berwarna merah. Dan percayalah, aku begitu sukacita luar biasa saat
itu. Entah mengapa sukacitaku kali ini berbeda. Dia datang.. Dia
kembali.. Dari sekian banyak pelanggan yang masih muda, fit, kuat,
namun yang tidak kembali, kakek ini justru kembali. Dia bisa saja
memesan ke tempat lain yang memberi pelayanan pembayaran dengan
kartu. Namun dia kembali. Dia benar mencari ATM yang aku sendiri
yakin tak dekat dari cafe kami. Sumringah aku melihat kedatangannya.
Aku berharap kopi yang sudah tertutup rapi di dalam Becher*
tadi masih cukup hangat untuknya di malam yang dingin itu.
Kekuatan yang masih dia miliki untuk
berjalan (inward)**, dan usaha yang masih dia mau lakukan untuk
kembali.. (outward)***
Aku yang sukacita benar saat dia
kembali..
Dia yang akhirnya bisa menikmati kopi dan roti
itu..
Mungkin ini tak ada keterkaitannya sama sekali. Namun
secara sadar aku langsung teringat akan ayat yang tentang domba yang
kembali pulang. Tak terbayangkan bagiku sama sekali bagaimana seisi
sorga akan bersorak saat satu domba yang terhilang kembali. Domba
yang akhirnya bisa menikmati roti dan air hidup. Menikmati Dia dan
kemuliaanNya.
Baik memulai maupun melanjutkan langkah baru di
usia yang baru ini, aku berharap.. ya sangat berharap sekiranya
RohNya mau tuntun aku terus untuk pulang dan menikmatiNya. Karena
hanya dengan menikmatiNya, aku bisa melakukan perbuatan-perbuatan
tersebut untukNya dengan motivasi yang murni, dan kebergantungan yang
sepenuhnya padaNya. Dan malam ini aku belajar lagi, bahwa melakukan
perbuatan-perbuatan tersebut bukanlah yang terutama di dalam iman
percaya ku, melainkan menikmatiNya, mencintaiNya terlebih dahulu.
Seperti John Piper pernah sebutkan bahwa;
„To love Him
is the root, but to do things for Him is the fruit“."So whether you eat or drink or whatever you do, do it all for the glory of God". -1 Kor 10: 31-
All love,
*Becher: Dalam konteks ini adalah cangkir terbuat dari kertas tebal untuk minuman bersuhu panas.
**inward: Istilah untuk sesuatu yang tidak berasal dari manusia, melainkan dari Allah. Istilah ini juga dipakai untuk menjelaskan tentang anugrah dari Tuhan.
***Outward: Hal-hal yang dikerjakan oleh manusia sebagai hasil dari Allah yang mengaruniakan keselamatan pada manusia tersebut.
Kommentare
Kommentar veröffentlichen