Long time no write.
Kira-kira seminggu yang lalu..
Kabar tak sedap aku terima dari sang adik, bahwa “ibu sedang
tidak baik-baik saja”. Bagaimana mungkin hal itu terjadi setelah aku dapat
kabar kemarin dari mulut ibu sendiri bahwa ia cukup sehat untuk lanjut
beraktivitas (kerja, kerja, dan kerja). Miris aja saat aku benar-benar bingung
dengan berita tentang topik yang sama tapi isinya berbeda, segera aku telpon
ibu dan ku mendengar bahwa ia telah dibawa ke rumah sakit Andini. Rumah sakit
itu terbilang baru dan posisinya cukup dekat dengan tempat kediaman kami. Beliau
mengaku hanya cek darah dan tensi saja. Tapi berita yang ku terima dari adik,
ibu telah pingsan di pasar saat berbelanja dan demam tinggi setiap malam. Baik,
aku masih terima dengan ikhlas “berita” darimu, Bu. J
Tak lama kemudian, Ibu mengirim pesan menanyakan kabarku. I’m
not fine, jawabku. Kemudian beliau mengatakan bahwa keadaannya telah membaik
namun dokter mengatakan bahwa ibu mendapat gejala typus. Could you think? Keadaan
membaik, tapi kena gejala typus. Wait, what????
Oh God. Good YOU are. Tak ingin larut dalam kesedihan dan
hanya bisa berdoa, aku berusaha menyibukkan diri dengan kegiatan kampus dan
tugas yang ku ladeni lebih awal. Maafin
ya kuliah malah kaya pelarian. Merana juga, hanya karena jarak aku dapat
informasi yang dibumbui dan tidak cepat. Ibu ternyata sudah dirawat di RSUD
Arifin. Ibu telah dirawat dua hari setelah aku terima kabar duka itu. Tangis,
diam, sepi, lengang, letih setelah dengar kabar ibu terinfeksi virus DBD.
Aku dihibur dengan begitu gembira oleh adikku yang paling
kecil, Efny. Setelah itu ditambah dengan kata-kata yang cukup menenangkan dari
Bapak, ya walau ku tahu sebagiannya adalah bohong.
Saat aku bangun pagi, kak Maya (saudaraku) nge-tag foto di
instagram.. She’s my mom, yang sedang terbaring lemah di ruang rawat…
Mengapa mata, tangan, bahkan hela nafas orang lain boleh
hadir menemani Ibu disana, sementara aku.. tidak… well.. aku langsung telpon
ibu, namun suaranya tak lagi penuh dengan semangat dan kehangatan. Hela nafasnya
yang terdengar semakin sulit untuk dihembuskan benar-benar ku sahut dengan
tangis yang bisu. Cukup bahaya apabila beliau mendengarnya. Baiklah… untuk pasrah
pun aku tak tahu pasrah untuk apa. Aku sudah berbuat apa memangnya agar ibu
sembuh? Mataku pun tak bisa menatap matanya. Mimpi-mimpi buruk berdatangan
tatkala aku mendapat kabar yang terlambat lagi bahwa ibu dipindahkan lagi ke RS
Santa Maria. DBD nya telah sembuh, namun
kolesterol dan glukosa yang sangat berlebihan telah membuatnya sulit bertahan. Penyakit
apa ini.. seumur aku hidup, tak pernah aku dapati penyakit buruk ini diam di
tubuhnya yang sehat. Bahkan lagi dokter mengatakan bahwa ibu ku calon penderita
struk, sebab ada urat di kepalanya yang ntahlah aku pun tidak mengerti. Bukan karena
pola makan yang pasti, melainkan karena otak yang selalu dipaksa untuk berpikir
dan berpikir . Can I extremely smile rite now?
Terakhir aku melihatnya, ia begitu semangat menyediakan lauk
dan sambal ku untuk beberapa hari di sini. Ia bangun pagi-pagi dan
mempersiapkan segalanya dengan penuh kesigapan. Royalitas dan senyum tak
kunjung henti aku dapatkan. Tapi barangkali aku harus menceritakan beberapa
hari sebelum aku kembali ke sini, tatkala ibu selalu duduk di depan dinding
menghadap ke kasurnya setiap malam ia hendak beristirahat. Apabila ada alat
pendeteksi otak, aku yakin yang terpampang jelas di atas kepalanya adalah
pikiran dan pikiran dan pikiran untuk menemukan solusi atas masalah keuangan di
keluargaku. Tahun ini saudaraku ingin melanjutkan studi kuliahnya yang
tertunda, ada yang lanjut ke jenjang SMA, da nada yang baru akan memasuki
sekolah dasar. Bapak hanya bisa menasehati ibu agar mereda stress dalam
dirinya. Bahkan tidak jarang aku mengintipnya sedang menangis tengah memasak di
dapur. Itulah yang ku tinggalkan di sana.
Semakin aku memikirkan segalanya, semakin aku menyadari
beban dalam kehidupan keluargaku sebenarnya ada di pundakku. Harusnya aku tak
memperdulikan ketidaknyamanan, kebosanan, kebingunganku dengan jurusan yang ku
jalani saat ini. Aku harusnya sudah mulai mencari banyak jalan untuk menemukan
peluang-peluang kerja atau beasiswa yang memungkinkan untuk ku raih satu atau
dua tahun lagi.
Bapa.. mampirlah dengan doaku..doa kami.. sebentar saja…
Amin..
Kommentare
Kommentar veröffentlichen